Foto: Ilustrasi
NTTUpdate.com – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Suharso Monoarfa mengakui dalam proses pelaksanaan belanja negara masih banyak kekurangan. Maka ia memastikan pemerintah ke depan akan memperkuat fungsi Bappenas dalam dalam pengendalian dan perencanaan pembangunan.
Hal ini disampaikan Suharso saat rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Ia mencontohkan salah satu bentuk belanja pemerintah yang masih bermasalah terkait dengan anggaran stunting. Selama ini, menurutnya anggaran stunting masih menggunakan prinsip multi tagging. Artinya banyak digunakan kementerian lembaga melalui program-programnya masing-masing, tidak single tagging atas nama program stunting.
“Misalnya stunting, pada waktu itu saya lihat di Sistem Krisna, stunting lokasinya saya zoom terus-terus sampai akhirnya programnya apa, ternyata memperbaiki pagar Puskesmas, itu terjadi,” ucap Suharso.
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Sementara pada 2023 hanya turun tipis menjadi 21,5%.
Hal ini membuat target pemerintahan Presiden Jokowi untuk membuat stunting turun menjadi 14% pada 2024 diragukan.
Wakil Ketua Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit meminta kementerian itu untuk memperkuat fungsinya dalam pengendalian dan perencanaan pembangunan.
“Dari rapat ke rapat dalam membahas anggaran Bappenas yang menjadi atensi kita itu selalu fungsi Bappenas dalam hal pengendalian dan perencanaan yang memungkinkan belanja negara kita itu semakin berkualitas,” ucap Dolfie saat kesempatan yang sama.
“Bunyi-bunyi tentang spending better sudah sering banget, kita mencurigai ini bukan spending better yang terjadi, tapi better spending, lebih baik belanja bukan belanja berkualitas,” tegasnya.
Dolfie lalu membuktikan besarnya belanja pemerintah pusat selama ini mayoritas dinikmati ASN, termasuk di dalamnya PNS. Salah satunya dengan data belanja pemerintah pusat pada 2024 yang telah disepakati DPR sebesar Rp 1.090 triliun Rp 530 triliun dinikmati oleh 4 jutaan ASN, sedangkan untuk rakyat memang lebih besar, yakni Rp 559 triliun, tapi dibanding total penduduk yang 270 juta tentu realita manfaatnya jauh lebih kecil dari yang dinikmati ASN.
“Birokrasi kita berapa sih paling banyak 4 juta, Rp 530 triliun dibagi empat berapa besar itu kalau mau kita bagi itu indeksnya secara nilai, sementara Rp 559 triliun ki abagi 270 juta rakyat Indonesia kecil sekali jatuhnya. Artinya birokrasi kita tidak efektif hasilkan output ke masyarakat,” ungkap Dolfie.
Belum lagi berdasarkan prioritas kegiatannya. Ia mengatakan, belanja pemerintah pusat yang prioritas hanya sebesar Rp 467 triliun, sedangkan yang non prioritas mencapai Rp 623 triliun.
Sumber Berita : CNBC Indonesia