Foto: Dok BHP
Jakarta, NTTUpdate.com – Penambang logam terbesar di dunia, BHP Group akan menutup operasi nikelnya di Australia akhir tahun. Penyebabnya adalah kelebihannya pasokan logam secara global, salah satu bahan utama baterai untuk kendaraan listrik.
Mengutip The Wall Street Journal, BHP Group mengatakan pada hari Kamis waktu setempat bahwa karena nilai pasar pihaknya akan menghentikan operasi penambangan dan pemrosesan Nickel West, dan proyek West Musgrave yang baru saja diakuisisi, pada bulan Oktober.
Perusahaan juga berniat untuk meninjau keputusan tersebut pada Februari 2027 nanti.
Menurut BHP, peningkatan besar dalam pasokan berbiaya rendah telah mendorong perkiraan harga untuk sisa dekade ini turun tajam.
BHP telah mempertimbangkan penjualan bisnis Nickel West pada tahun 2019, namun memilih untuk mempertahankannya karena ekspektasi akan ledakan baterai yang semakin meningkat. Perusahaan ini telah memperluas operasinya di Australia untuk memproduksi nikel sulfat, yang digunakan dalam baterai litium-ion yang menggerakkan mobil listrik. Adapun operasi Nickel West BHP mencakup tambang terbuka dan bawah tanah, konsentrator, pabrik peleburan dan penyulingan di Australia Barat.
Kemudian pada bulan Februari lalu, BHP mengumumkan peninjauan unit bisnis nikelnya dan pada saat itu mengatakan akan menurunkan nilai bisnis tersebut sekitar US$3,5 miliar sebelum pajak. Perusahaan memperkirakan akan terjadi penurunan nilai sebelum pajak sekitar $300 juta sebagai akibat dari penangguhan tersebut.
“Kami telah menjajaki opsi untuk menahan kerugian dalam jangka pendek dan mengidentifikasi jalur yang layak ke depan bagi bisnis ini,” kata Geraldine Slattery, kepala operasi BHP di Australia.
“Seperti sektor nikel lainnya di Australia, kami belum mampu mengatasi tantangan ekonomi besar yang disebabkan oleh kelebihan pasokan nikel global.”
BHP mengatakan pihaknya akan menghabiskan sekitar US$300 juta per tahun untuk operasi tersebut guna memastikan operasi tersebut dapat dimulai kembali nanti jika kondisi pasar membaik.
Sebelumnya, sejumlah pemimpin perusahaan global mulai mengemukakan kerisauan karena gagal bersaing dengan nikel RI yang jauh lebih murah dengan cadangan yang melimpah.
Produsen nikel asal Indonesia yang berbiaya rendah diyakini akan menyingkirkan pesaingnya dalam beberapa tahun ke depan.
Kepala perusahaan tambang Perancis Eramet, Christel Bories, beberapa waktu lalu mengatakan hal itu akan mengukuhkan Indonesia sebagai produsen logam baterai mobil listrik yang dominan di dunia.
Mengutip Financial Times, Bories mengatakan Indonesia mungkin akan menghasilkan lebih dari tiga perempat nikel murni kelas tertinggi di dunia dalam lima tahun dari sekarang. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi radikal bagi para pesaingnya di negara lain.
“Ini benar-benar membuat sebagian besar pemain tradisional lama secara struktural tidak kompetitif di masa depan,” kata Bories kepada Financial Times awal tahun ini.
Sumber Berita : CNBC Indonesia