Labuan Bajo, NTTUpdate.com – SM, mantan Kepala BPN yang pernah bertugas di beberapa kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT), memberikan tanggapan kritis terhadap pernyataan Gatot Suyanto, Kepala BPN Manggarai Barat, terkait kasus sengketa tanah keluarga almarhum Ibrahim Hanta. Menurut SM, pernyataan Gatot yang menyatakan bahwa pembatalan sertifikat harus menunggu putusan hukum dari pengadilan menunjukkan keengganan BPN untuk bertanggung jawab atas masalah yang sebenarnya dapat diselesaikan tanpa harus menunggu proses peradilan.
SM menjelaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 21 Tahun 2020 tentang Penyelesaian Sengketa Pertanahan, BPN memiliki kewenangan untuk menangani kasus semacam ini. Jika ditemukan kesalahan prosedur, cacat administrasi, atau kekeliruan dalam proses penerbitan sertifikat, Kantor Pertanahan (Kantah) seharusnya segera melaporkan kasus tersebut ke Kantor Wilayah (Kanwil) agar sertifikat yang dianggap cacat hukum dapat dibatalkan.
“Pihak Kantah BPN Manggarai Barat seharusnya melaporkan kasus ini ke Kanwil sehingga bisa diambil tindakan pembatalan sertifikat tanpa menunggu putusan pengadilan. Namun, tampaknya Kantah BPN Mabar enggan melakukan pembatalan karena ada campur tangan pihak-pihak berkepentingan seperti Haji Ramang dan mafia tanah lainnya,” jelas SM kepada media ini Minggu, (15/9/2024) pagi.
Lebih lanjut, SM menyoroti temuan dari operasi intelijen Kejaksaan Agung yang mengungkap adanya pelanggaran dalam penerbitan sertifikat tersebut. Menurut SM, hasil temuan tersebut seharusnya sudah cukup bagi BPN untuk mengambil langkah pembatalan tanpa perlu menunggu putusan ingkrah dari pengadilan. Namun, BPN tampaknya khawatir akan adanya intimidasi dari para mafia tanah yang diduga memiliki pengaruh kuat di balik kasus ini.
“Pernyataan Gatot hanya untuk menutupi kesalahan mereka dalam proses penerbitan sertifikat. Apalagi sudah ada temuan dari Kejagung yang memperjelas bahwa sertifikat tersebut cacat hukum,” lanjut SM.
Menurutnya, fakta bahwa ahli waris keluarga Ibrahim Hanta telah memperoleh surat pengakuan adat yang asli semakin memperkuat posisi mereka dalam kasus ini. Sertifikat atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput dianggap tidak sah karena tidak didasari surat perolehan tanah asli dari ketua adat setempat. SM menegaskan, hasil operasi intelijen Kejaksaan Agung dapat dijadikan bahan pertimbangan kuat oleh hakim di pengadilan untuk memberikan keputusan yang adil bagi keluarga Ibrahim Hanta.
Dengan kritik ini, SM menilai bahwa sikap BPN yang terkesan tidak bertindak tegas dalam membatalkan sertifikat bermasalah disebabkan oleh ketakutan terhadap mafia tanah, yang ditengarai melibatkan praktik gratifikasi.
Berita media ini sebelumnya bahwa Kepala Kantor BPN Manggarai Barat, Gatot Suyanto tidak melayani terkait tuntutan dari pihak keluarga ahli waris Alm. Ibrahim Hanta untuk membatalkan SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput dengan alasan karena masih menunggu putusan ingkrah dari Pengadilan Negeri Labuan Bajo yang hingga saat ini perkara perdatanya masih berjalan.
“Kantor pertanahan kabupaten Manggarai Barat akan mengusulkan pembatalan sertifikat jika sudah ada keputusan dari Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memerintahkan untuk membatalkan Sertifikat baik berdasarkan putusan secara perdata maupun tata usaha negara,” jelas Gatot
Pernyataan Gatot ini memicu kemarahan dari pihak keluarga alm. Ibrahim Hanta yang menganggapnya tidak netral dan bahkan mendukung perubahan status SHM menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), meskipun masih dalam sengketa.
“Ini sudah berlangsung 10 tahun, dan Gatot malah menyinggung soal proses perdata yang sedang berjalan di PN Labuan Bajo. Kalau netral, kenapa pada Desember 2023 SHM Maria Naput malah diubah jadi SHGB padahal tanahnya masih bersengketa. Gatot itu memihak dan bohong,” tegas Muhamad Rudini, salah satu ahli waris.
Gatot Suyanto kepada awak media juga mengakui bahwa terkait dengan Warkah dasar penerbitan SHM itu ada di BPN Manggarai Barat.
“Warkah ada, namun soal asli atau tidaknya itu Warkah yang bisa menilai adalah APH, ketika sertifikat itu sudah diterbitkan maka warkahnya itu kita anggap benar,” jelas Gatot
Lagi-lagi pernyataan ini membuat keluarga semakin geram, pasalnya selama tujuh kali persidangan, pihak BPN Manggarai Barat tidak pernah membawa alas hak asli SHM tersebut, sehingga pihak keluarga menyebut pernyataan Gatot sebagai kebohongan publik.
Jon Kadis, selaku pengacara dari keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta menegaskan bahwa Gatot terkesan menghindari tanggung jawabnya dengan menyerahkan penyelesaian kasus ini kepada pengadilan, alih-alih menggunakan kewenangannya untuk membatalkan sertifikat yang cacat.
“Gatot hanya berkelit dan menyerahkan semuanya ke pengadilan, padahal dia bisa menggunakan kewenangannya berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 9/2009 untuk membatalkan sertifikat yang cacat hukum,” ujar Jon Kadis, pengacara keluarga ahli waris.
Surat Kejaksaan Agung tertanggal 23 Agustus 2024 mengonfirmasi bahwa SHM yang diterbitkan atas nama Maria dan Paulus berada di atas tanah milik keluarga Hanta tanpa dokumen dasar yang sah. Ini memperkuat dugaan bahwa ada unsur pidana dalam penerbitan SHM tersebut.
Atas dasar ini, keluarga besar ahli waris almarhum Ibrahim Hanta kini mendesak Menteri ATR/BPN RI, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), untuk segera mencopot Gatot Suyanto dari jabatannya sebagai Kepala BPN Manggarai Barat.
Ketika awak media menanyakan terkait dengan hasil audit dari Kejagung, Gatot Suyanto mengatakan bahwa itu sah-sah saja dan bisa dipergunakan dalam proses hukum yang sedang berproses di pengadilan.
“itu ya kita terima, jadi hasil audit itu nanti silahkan bisa dipergunakan kalau memang sekarang lagi berproses di pengadilan ya silahkan dilanjutkan. Untuk hasil audit dari Kejagung terkait temuan tidak adanya Warkah asli itu sah-sah saja. Saya tidak berani menanggapi apapun terkait dengan Warkah itu. Artinya gini ya, kalau itu sudah menjadi sebuah produk maka itu sudah berlaku dan sertifikat yang sudah terbit ini sudah sah berlaku. Soal benar atau salahnya nanti itu bukan kewenangan kami,” jelas Gatot
Selain itu, ditanya terkait perubahan status SHM menjadi SHGB di atas lahan sengketa, Gatot enggan memberikan klarifikasi.
“Terkait itu kami tidak bisa memberikan tanggapan apapun, karena itu prosedurnya panjang. Kami tidak bisa jelaskan secara detail,” tutup Gatot
Atas pernyataan Gatot Suyanto ini, Keluarga menduga kuat bahwa Kepala BPN Manggarai Barat tidak netral dalam menyelesaikan persoalan ini.
Muhamad Rudini menuturkan bahwa mereka awalnya menyambut positif penunjukan Gatot Suyanto sebagai Kepala BPN Mabar pada Maret 2023 lalu, dengan harapan ia akan memberantas mafia tanah di Manggarai Barat. Namun, harapan mereka sirna.
Hal itu terbukti, ketika BPN justru memproses perubahan status Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Maria Fatmawati Naput menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), meskipun sertifikat tersebut masih dalam sengketa dan dianggap cacat prosedural serta melanggar hukum.
“Kami berharap Produk BPN Manggarai Barat sebelumnya, tahun 2017, yaitu SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput yang cacat yuridis dan cacat administratif, tumpang tindih dan salah lokasi diatas tanah alm. Ibrahim Hanta itu dibatalkan oleh BPN. Tapi ternyata tidak. Malah SHM Maria Fatmawati Naput yang masih sengketa itu, oleh Gatot Suyanto diproses perubahan hak menjadi SHGB. Tambah lama penderitaan pemilik tanah,” jelas Rudini
Ia menjelaskan bahwa pihak keluarga besar ahli waris melakukan aksi demo berkali-kali di depan kantor BPN agar SHM tersebut dibatalkan, terutama karena adanya temuan unsur pidana dalam penerbitan SHM itu berdasarkan operasi intelijen dari Kejagung namun tidak dilayani oleh BPN Manggarai Barat dengan dalil menunggu keputusan ingkrah dari Pengadilan Negeri Labuan Bajo.
Atas dasar itu, Rudini menilai tindakan Gatot Suyanto sebagai bentuk dukungan terhadap produk hukum yang cacat yuridis dan administratif, bahkan dengan sengaja memfasilitasi pemindahan hak milik tanah mereka kepada pihak lain.
“Gatot “merestui” produk BPN yang salah dan bahkan memproses perubahan sertifikat tersebut menjadi SHGB. Kami memilai bahwa langkah ini diambil untuk memuluskan pembangunan Hotel St. Regis di atas tanah milik kami,” ujar Rudini
Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa keluarga besar ahli waris menilai Gatot tidak menjalankan tugasnya sebagai pejabat BPN untuk membatalkan sertifikat yang cacat hukum, meskipun aturan membolehkan hal tersebut.
“Gatot Suyanto hanya menunggu keputusan pengadilan tanpa bertindak lebih lanjut, padahal kasus ini melibatkan unsur pidana,” ungkapnya
Di tengah kekecewaan mereka, keluarga ahli waris almarhum Ibrahim Hanta kini mendesak Menteri ATR/BPN RI, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), untuk segera mencopot Gatot Suyanto dari jabatannya sebagai Kepala BPN Manggarai Barat.
“Kami berharap bapak Menteri ATR/BPN RI, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), untuk segera mencopot Gatot Suyanto karena kami menilai bahwa Ia gagal menjalankan tugasnya dengan baik dan malah memperburuk situasi dengan membiarkan praktik mafia tanah terus berlanjut di Manggarai Barat,” kata Jon Kadis
Sebagai tindak lanjut, keluarga ahli waris juga telah melaporkan BPN Manggarai Barat ke Polres Manggarai Barat pada 26 Agustus 2024. Mereka berharap pihak kepolisian segera memeriksa Gatot dan pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam penerbitan SHM tersebut.
“Kami berharap Polres Manggarai Barat untuk segera memeriksa BPN, Gatot Suyanto dan para pihak yang diduga terlibat. Kami sangat terluka oleh pernyataan Gatot yang menyebut tudingan kami sebagai tudingan liar. Ini bukan tudingan liar, ini fakta, dan Gatot berbohong kepada publik untuk menutupi keterlibatannya dalam memproses sertifikat bodong ini,” kata Rudini, sambil meneteskan air mata.