Keterangan Foto : Kepala BPN Manggarai Barat, Gatot Suyanto dengan Ika Yunita, sekretaris pribadi Kadiman Santosa, pemilik Hotel St. Regis dan pembeli lahan dari keluarga Nikolaus Naput.
Labuan Bajo, nttupdate.com – Putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada 23 Oktober 2024 yang memenangkan keluarga ahli waris Ibrahim Hanta semakin menguatkan dugaan bahwa praktik mafia tanah di Labuan Bajo melibatkan jaringan yang terstruktur hingga kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat.
Dalam putusan tersebut, hakim menyatakan bahwa tanah seluas 11 hektar di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, sah dimiliki oleh ahli waris almarhum Ibrahim Hanta.
Hal ini mencuat setelah pihak tergugat, termasuk Kepala BPN Manggarai Barat Gatot Suyanto, anak-anak dari alm..Nikolaus, dan beberapa pihak lainnya, diduga terlibat dalam upaya mengubah Sertifikat Hak Milik (SHM) menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk kepentingan pihak tertentu.
Dr. (c) Indra Triantoro dan Jon Kadis, SH, penasihat hukum keluarga Ibrahim Hanta, menjelaskan bahwa putusan tersebut memperkuat keyakinan keluarga Ibrahim Hanta bahwa perubahan status SHM Nomor 05245 milik Maria Fatmawati Naput menjadi SHGB Nomor 00176 dengan luas 27.720 m² bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan bagian dari skenario yang melibatkan oknum pejabat BPN Manggarai Barat.
Selama persidangan, sejumlah bukti dan fakta terungkap yang menunjukkan adanya indikasi kuat praktik mafia tanah di balik peralihan status tanah milik keluarga Hanta.
Jon Kadis, SH, salah satu kuasa hukum keluarga Hanta, menjelaskan bahwa dugaan keterlibatan BPN semakin kuat setelah ditemukan bahwa permohonan perubahan status tanah pada September 2023 ditandatangani oleh Ika Yunita, sekretaris pribadi Kadiman Santosa (pemilik Hotel St. Regis dan pembeli lahan dari keluarga Nikolaus Naput). Hal ini mencurigakan mengingat keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta telah mengajukan pemblokiran status tanah pada 29 September 2022, dengan harapan status tanah tidak dimanipulasi selama proses sengketa berlangsung.
“Kami melihat ada keterlibatan pihak BPN yang justru mempermudah skenario ini berjalan,” ungkap Jon.
*Temuan Satgas Mafia Tanah: SHM Salah Lokasi dan Warkah Tidak Sesuai*
Pada Januari 2024, Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Negeri Labuan Bajo menemukan kejanggalan terkait status tanah yang terdaftar atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus G. Naput. Berdasarkan pemetaan lapangan, SHM atas nama mereka ternyata berada di lokasi yang salah dan tidak sesuai dengan warkah atau bukti kepemilikan adat. Temuan ini semakin memperkuat dugaan adanya manipulasi administratif di BPN Manggarai Barat demi melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu.
Indra Triantoro, kuasa hukum lainnya dari keluarga Hanta, menyatakan bahwa temuan ini menegaskan adanya praktik mafia tanah yang memanfaatkan celah administratif di BPN.
“Temuan ini menunjukkan ada hal yang tidak beres dalam pengurusan sertifikat tanah di BPN Manggarai Barat,” ujar Indra.
Selain itu kata Jon Kadis bahwa pada 10 Maret 2021, sidang Pengadilan Tipikor Kupang menjadi saksi atas pengakuan mengejutkan di bawah sumpah dari Fungsionaris Adat Nggorang, Haji Ramang Ishaka saat persidangan yang memeriksa kasus korupsi aset Pemda Manggarai Barat saat itu, Haji Ramang dengan tegas mengakui bahwa tanah di Keranga, yang diklaim oleh Nikolaus Naput, sebenarnya sudah dibatalkan pada tahun 1998. Pengakuan ini sudah tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan memiliki kekuatan hukum yang tetap karena sudah ada putusan yang ingkrah.
“Menurutnya, keputusan adat pada tahun 1998 telah membatalkan klaim kepemilikan keluarga Naput atas tanah tersebut. Kesaksian ini memperkuat keyakinan bahwa penerbitan SHM untuk keluarga Naput tidak sah, baik secara hukum maupun secara adat,” ungkap Jon
Selain dugaan keterlibatan pihak BPN, notaris Billy Ginta juga disebut-sebut dalam pembuatan akta jual beli terkait tanah tersebut tanpa memastikan keabsahan status kepemilikannya. Akta ini diduga dibuat dengan dokumen yang sudah tidak sah, yang menurut Jon Kadis semakin menunjukkan adanya upaya terstruktur dalam skema mafia tanah di Labuan Bajo.
“Dokumen yang digunakan untuk akta jual beli diduga sudah batal, tetapi tetap digunakan,” jelas Jon.
*Desakan Kejaksaan Agung untuk Mengusut Keterlibatan BPN dan Jaringan Mafia Tanah*
Pada 23 Agustus 2024, Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui surat resmi Nomor R-860/D.4/Dek.4/08/2024 kepada Muhammad Rudini, ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, menemukan adanya indikasi cacat yuridis dan/atau administrasi dalam penerbitan SHM oleh BPN Manggarai Barat. Surat ini mendorong keluarga Hanta untuk menempuh berbagai jalur hukum, baik melalui gugatan pidana, perdata, maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), guna melindungi hak kepemilikan mereka.
Muhammad Rudini, ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, menilai bahwa dukungan dari Kejaksaan Agung ini menjadi bukti bahwa praktik mafia tanah di Labuan Bajo bukan sekadar isu semata, tetapi memang ada fakta yang terungkap. “Kami berharap ini menjadi awal dari pemberantasan mafia tanah di NTT,” kata Rudini.
*Laporan Polisi dan Tuntutan Tindak Lanjut Penegak Hukum*
Meski telah memperoleh putusan di Pengadilan Negeri Labuan Bajo, keluarga Hanta masih menuntut tindak lanjut dari pihak kepolisian terhadap laporan pidana yang mereka ajukan sejak 2022. Beberapa laporan penting yang diajukan antara lain:
Laporan Polisi No.LP/B/240/IX/2022/Polres Manggarai Barat pada tanggal 13 September 2022, yang dilaporkan oleh pihak keluarga almarhum Ibrahim Hanta terhadap Maria Fatmawati Naput, Paulus G. Naput, dan PT Mahanaim Group terkait dugaan tindak pidana penggelapan hak atas tanah.
Laporan Polisi kedua dengan Nomor LP/B/124/VIII/2024/Polres Manggarai Barat/Polda NTT pada tanggal 26 Agustus 2024, yang diajukan oleh Muhammad Rudini terhadap BPN Manggarai Barat, Maria Fatmawati Naput, dan Paulus G. Naput terkait dugaan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan SHM No. 02545 dan SHM No. 02549.
Menurut Muhammad Rudini, hingga saat ini mereka belum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Polres Manggarai Barat terkait laporan-laporan ini.
“Kami berharap pihak kepolisian serius dalam menindaklanjuti laporan kami. Dugaan konspirasi ini melibatkan pejabat tinggi, dan kami berhak mendapatkan kejelasan hukum atas kasus ini,” ujar Rudini.
Keluarga alm. Ibrahim Hanta, melalui tim hukum mereka, menyatakan bahwa keputusan PN Labuan Bajo bukan hanya kemenangan bagi pihak mereka, tetapi juga simbol perjuangan warga untuk melindungi hak atas tanah mereka dari tangan mafia tanah yang bekerja melalui celah-celah hukum.
“Kami berharap kasus ini membuka mata semua pihak, termasuk pemerintah, untuk segera memperbaiki sistem agar tidak ada lagi penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak tertentu,” tegas Jon Kadis.
“Keputusan ini diharapkan mendorong BPN Manggarai Barat untuk memperbaiki pengelolaan sertifikat tanah dan menunjukkan akuntabilitas dalam menjaga kepemilikan tanah masyarakat,” tutupnya.
Hingga berita ini terbit, media ini belum berhasil mendapatkan keterangan dari Gatot Suyanto, Kepala BPN Manggarai Barat meskipun sudah berkali-kali media ini menghubunginya via WhatsApp namun belum berhasil. Begitu juga dengan Ika Yunita. Media ini juga tetap berupaya untuk mendapatkan keterangan dari pihak-pihak tersebut.