Oleh: Maria Susandra Vevin, Mahasiswi Unika St. Paulus Ruteng, Program Studi Bahasa & Sastra Indonesia
OPINI – Realisme adalah salah satu aliran dalam seni, sastra, dan filsafat yang menekankan pada penggambaran kehidupan sebagaimana adanya, tanpa embellishment atau romantisasi yang berlebihan. Aliran ini lahir sebagai respons terhadap gerakan Romantisisme yang sering kali menggambarkan dunia dengan penuh idealisme dan emosi yang mendalam.
Dalam realisme, dunia dipandang sebagai sesuatu yang konkret, nyata, dan bisa diamati dengan mata kepala.Dalam seni dan sastra, realisme menjadi respons terhadap romantisme, yang sering kali dianggap terlalu emosional dan idealis. Tokoh-tokoh seperti Gustave Courbet dalam seni rupa dan Fyodor Dostoevsky dalam sastra memperlihatkan bagaimana kehidupan nyata, termasuk perjuangan, konflik, dan kesederhanaan, bisa menjadi sumber inspirasi yang kuat.
Melalui pendekatan ini, realisme memungkinkan pembaca atau penonton untuk lebih terhubung dengan karya karena mereka merasa lebih dekat dengan kenyataan yang dialami sehari-hari.Latar Belakang SejarahRealisme muncul pada pertengahan abad ke-19, terutama di Eropa, ketika masyarakat sedang mengalami perubahan besar akibat Revolusi Industri. Urbanisasi, pertumbuhan kelas pekerja, dan perubahan sosial-politik membuat kehidupan sehari-hari menjadi tema yang relevan untuk diangkat.
Tokoh-tokoh seperti Gustave Courbet dalam seni rupa dan Honoré de Balzac dalam sastra mulai menampilkan kehidupan rakyat biasa, dengan segala kompleksitas dan kekurangannya.Di dunia seni, karya-karya seperti The Stone Breakers (1849) karya Courbet menampilkan buruh yang bekerja keras dengan detail realistis. Di sisi lain, dalam sastra, novel-novel seperti Madame Bovary karya Gustave Flaubert atau Anna Karenina karya Leo Tolstoy menggambarkan konflik-konflik manusia yang mendalam namun bersifat universal, tanpa melibatkan elemen-elemen fantastis.
Ciri-Ciri Realisme
1. ObjektivitasRealisme menghindari subjektivitas dan cenderung menyajikan fakta sebagaimana adanya. Pengarang atau seniman tidak memberikan opini pribadi yang dominan terhadap karya mereka, melainkan membiarkan pembaca atau penikmat seni menarik kesimpulan sendiri.
2. Penggambaran Kehidupan Sehari-HariKehidupan biasa dan orang-orang biasa menjadi fokus utama. Hal ini sering kali mencakup kehidupan kelas pekerja, petani, atau bahkan sisi gelap masyarakat seperti kemiskinan dan ketidakadilan sosial.
3. Detail yang MendalamDalam seni rupa maupun sastra, realisme menekankan pada detail. Objek-objek kecil, ekspresi wajah, atau dialog yang menyerupai percakapan nyata menjadi ciri khasnya.
4. Tidak Ada RomantisasiBerbeda dengan Romantisisme, realisme menolak untuk menggambarkan dunia dalam sudut pandang yang indah atau ideal. Dunia ditampilkan dengan segala kekurangannya, termasuk aspek-aspek buruk seperti keserakahan, kesedihan, dan penderitaan.
Kritik terhadap RealismePengaruh Realisme dalam Budaya ModernRealisme tetap relevan hingga hari ini, terutama dalam dunia film, teater, dan sastra modern. Film-film dokumenter, misalnya, adalah bentuk nyata dari realisme, di mana fakta-fakta kehidupan disajikan tanpa tambahan dramatisasi.
Dalam dunia sastra, aliran realisme magis, seperti yang ditemukan dalam karya Gabriel García Márquez, menggabungkan elemen-elemen realisme dengan unsur-unsur fantastis, menciptakan perpaduan yang menarik antara kenyataan dan imajinasi.Aliran realisme tidak hanya mempengaruhi seni rupa tetapi juga sastra, teater, dan film, dengan fokus pada representasi kehidupan nyata dan masalah sosial yang dihadapi masyarakat.
Realisme adalah salah satu aliran seni, sastra, dan filsafat yang berfokus pada penggambaran kehidupan sehari-hari secara objektif dan mendekati kenyataan. Aliran ini muncul sebagai respons terhadap romantisme yang cenderung idealis dan emosional. Dalam realisme, kehidupan ditampilkan sebagaimana adanya, tanpa embellishment atau pengidealisasian.
Ciri-ciri sastra realisme:
Realisme dalam Filsafat
Dalam filsafat, realisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa realitas eksternal ada secara independen dari pikiran manusia. Realisme sering dikaitkan dengan ontologi dan epistemologi, misalnya:
Realisme Klasik: Pandangan bahwa objek-objek di dunia nyata memiliki eksistensi yang independen dari persepsi manusia. KesimpulanRealisme adalah cermin kehidupan, sebuah cara untuk memahami dunia tanpa tirai ilusi atau dekorasi yang berlebihan. Dengan menampilkan dunia apa adanya, realisme memberikan ruang untuk refleksi mendalam dan pemahaman tentang kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Namun, seperti cermin, realisme memiliki keterbatasannya. Ia hanya mampu menangkap apa yang terlihat di permukaan, sementara dimensi-dimensi lain dari pengalaman manusia—seperti imajinasi, harapan, dan mimpi—sering kali terlewatkan.
Oleh karena itu, realisme bukanlah akhir dari pencarian seni atau filsafat, melainkan salah satu jalan untuk mendekati kebenaran.Dalam seni dan sastra, realisme menjadi respons terhadap romantisme, yang sering kali dianggap terlalu emosional dan idealis.
Tokoh-tokoh seperti Gustave Courbet dalam seni rupa dan Fyodor Dostoevsky dalam sastra memperlihatkan bagaimana kehidupan nyata, termasuk perjuangan, konflik, dan kesederhanaan, bisa menjadi sumber inspirasi yang kuat. Melalui pendekatan ini, realisme memungkinkan pembaca atau penonton untuk lebih terhubung dengan karya karena mereka merasa lebih dekat dengan kenyataan yang dialami sehari-hari.
Dalam filsafat dan ilmu sosial, realisme memiliki banyak cabang, termasuk realisme politik dan realisme dalam ilmu pengetahuan. Dalam politik, misalnya, realisme menekankan pentingnya kekuasaan dan kepentingan nasional dalam hubungan internasional, tanpa mengabaikan fakta bahwa manusia cenderung bertindak berdasarkan kepentingannya sendiri. Pendekatan ini dianggap pragmatis, meskipun sering dikritik karena cenderung sinis dan mengabaikan nilai-nilai moral.
Penulis : Maria Susandra Vevin