Labuan Bajo, nttupdate.com – Pengadilan Negeri Labuan Bajo kembali menggelar sidang lanjutan perkara Perdata nomor: 01/Pdt.G/2024/PN Labuan Bajo, antara Penggugat Muhamad Rudini (ahli waris almarhum Ibrahim Hanta dengan Tergugat anak Nikolaus Naput dan Turut Tergugat Santosa Kadiman (Pemilik Hotel.St Regis) dan juga BPN Manggarai Barat.
Sidang yang digelar Rabu, 14 Agustus 2024 ini berfokus pada pembuktian tambahan yang diajukan oleh kedua belah pihak.
Pantauan media ini, di ruangan sidang tersebut, Tim kuasa hukum Penggugat, Jon Kadis, SH, menghadirkan serangkaian dokumen yang diharapkan dapat memperkuat klaim mereka atas tanah yang disengketakan.
Bukti dokumen yang paling utama adalah surat asli pembatalan tanah 16 hektar perolehan Nasar Bin Haji Supu tertanggal 17 Januari 1998, tanah yang diketahui sudah dibeli oleh Nikolaus Naput dan dijual kepada Kadiman (Hotel St Regis). Letak tanah itu berada di bagian selatan atau di luar batas tanah alm. Ibrahim Hanta. Batas tanah tersebut Utara : Tanah Negara, Selatan : Tanah Negara, Timur Tanah Negara, Barat : Laut Flores di tandatangani Ishaka, Nasar Bim Haji Supu yang mengetahui Camat Komodo dan Kepala Desa Labuan Bajo. Sidang Lanjutan Kasus Tanah Keranga, Anton Bagul Disebut Tidak Tahu Adat dan Sejarah Manggarai
Tanah yang sudah dibatalkan ini diduga oleh PH Penggugat diberlakukan ke lahan alm. Ibrahim Hanta, yang nyata-nyatanya tanah almarhum ini sedang dikelola, dipagar, ada tanaman kelapa, jati yang sudah diperolehnya secara adat kapu manuk lele tuak sejak tahun 1973.
Bukti dokumen utama yang kedua adalah asli Surat Kedaulatan Fungsionaris adat Nggorang tertanggal 1 Maret 2013, yang menyatakan bahwa semua tanah adat di kelurahan Labuan Bajo sudah dibagi dan fungsionaris adat tidak berhak lagi untuk membaginya, termasuk Haji Ramang Ishaka.
“Dokumen itu ditandatangi diatas meterai yang sah dan tua-tua adat turut menandatanganinya. Dokumen ini diperlihatkan karena pernah saksi Penggugat, Mikael Mensen, menyaksikan Haji Ramang datang ke lokasi tanah almarhum itu untuk membagi kepada rombongannya yang datang ke situ,” kata Jon KadisKapolres Mabar Terima Kunjungan Ketua KPU Manggarai Barat
Menurut Jon Kadis, dokumen-dokumen tambahan yang mereka ajukan ini mau menegaskan bahwa tanah yang diperoleh Nasar Bin Haji Supu dan kemudian dijual kepada Nikolaus Naput serta Beatrix Seran Nggebu telah dibatalkan hak kepemilikannya pada tahun 1998. Lokasi tanah itu berada di bagian selatan di luar tanah alm.Ibrahim Hanta. Sehingga, klaim atas tanah tersebut seharusnya diatas lahan ahliwaris almarhum Ibrahim Hanta tidak sah.
“Dengan gugurnya alas hak Nikolaus Naput, Beatrix Seran Nggebu, Nasar Bin Haji Supu, maka tidak ada tuntutan hak atas tanah dari Nikolaus Naput maupun Santosa Kadiman. Maka tidak ada alas haknya untuk membuat sertifikat tanah di lokasi itu tanah yang sudah batal itu. termasuk yang tumpangtindih di atas tanah millik orang lain. Dan seharusnya Santosa Kadiman mengetahui hal tersebut, sehingga dia sesungguhnya tidak memiliki hak hukum untuk memiliki tanah yang dibelinya dari Nikolaus Naput,” tegas Jon
Di pihak lain, Santosa Kadiman selaku Tergugat III, melalui kuasa hukumnya, juga menyerahkan dokumen-dokumen yang dianggap dapat memperkuat posisinya. Dokumen-dokumen tersebut mencakup:
Pertama, surat penyerahan tanah adat dari Fungsionaris ulayat Nggorang, Ishaka dan Haku Mustafa, kepada Nasar Bin Haji Supu tertanggal 10 Maret 1990; Kedua, surat bukti penyerahan tanah adat dari Fungsionaris Adat kepada Beatrix Seran Nggebu tertanggal 21 Oktobet 1991; Ketiga, surat pernyataan jual beli tanah adat antara Nasar Bin Haji Suu dan Haja Siti Naasiah Daeng Mawera dengan Nikolaus Naput tertanggal 2 Mei 1990, total luas seluruhnya kurang lebih 40 hektar.
Kapolres Mabar : Tampilkan Jati Diri Satpam Yang Profesional Dalam Melaksanakan Tugas
Pada fakta persidangan sebelumnya, Jon Kadis mempertanyakan keabsahan dokumen yang diajukan Tergugat, dengan menyoroti perbedaan luas tanah yang disebutkan, yaitu 40 hektar, yang menurutnya tidak sesuai dengan kenyataan. Ia juga menegaskan bahwa tanah yang disengketakan telah dibatalkan kepemilikannya pada tahun 1998. Jadi, tidak ada sama sekali relevansi untuk diklaim lagi.
“Fakta persidangan sebelumnya, para saksi penggugat menyebut bahkan disertai dengan alat bukti bahwa semua perolehan tanah tahun 1990 ke Nasar Bin Haji Supu, dan tahun 1991 ke Nikolaus Naput serta Beatrix Seran Nggebu sudah dibatalkan pada tahun 1998. Selain memang sudah dibatalkan, saksi Santosa Kadiman sendiri pada fakta sidamg sebelumnya, yaitu Aryo Yuwono, ketika kepadanya Hakim menanyakan total luas tanah sambil memperlihatkan bukti surat-suratnya, dan setelah dihitung, totalnya 31 hektar (yang terdiri dari 16 ha, 10 ha dan 5 ha), bukan 40 ha. Aryo bingung dan tak mau peduli angka 31 ha, pokoknya 40 ha saja di akta PPJB katanya”, jelas Jon Kadis.
“Jadi bukan 40 hektar. Bahkan sudah tidak ada itu tanah 31 ha atau 40 ha itu. Surat perolehan tanah dibatalkan, dan tambahan pula jumlah totalnya salah, yaitu 31 ha, tapi dibuatkan akta PPJB-nya 40 ha. Kacau. Lalu BPN tiba-tiba terbitkan SHM atas anak2 Niko Naput di luar tanah itu, di atas tanah alm.Ibrahim Hanta “, kata Jon Kadis, SH., PH Penggugat.
Sementara itu, pihak tergugat ahli waris dari almarhum Nikolaus Naput (Paulus Grans Naput dan Maria Fatmawati Naput atau Tergugat 1 dan 2) melalui PH-nya menyerahkan surat bukti tambahan. Obyek tanahnya sama dengan dokumen Kadiman (Tergugat 3).
Namun kata Jon Kadis, uraian surat-surat bukti tambahan lainnya, pihak Niko Naput tidak mengakui Haji Adam Djuje sebagai Penata tanah adat bahkan bukan Fungsionaris adat hanya karena alasan Lurah dan Camat membatalkan tanda tangan mereka di surat keterangan perolehan hak atas tanah 11 hektar milik almarhum Ibrahim Hanta. Ini sepertinya ada niat jahat untuk take replace (ganti lokasi) tanah yang sudah dibatalkan Fungsionaris adat untuk mereka di lokasi lain itu. Ini juga kontra dengan keterangan saksi ahli, bahwa sah tidaknya fungsionaris adat itu bukan karena Lurah Camat.
Nekat Curi Uang Turis Asing, Seorang Karyawan Hotel Diamankan Polisi di Labuan Bajo
“Dari semua surat bukti tambahan itu, BPN selaku turut Tergugat 1, memperlihatkan asli SHM nomor 2545 atas nama Maria Fatmawati Naput, dan SHM nomor 2549 atas nama Paulus Grans Naput, serta surat perihal Pemberitahuan dari Kakan BPN tertanggal 18 Januari 2023. Itu saja dokumennya, tanpa ada surat warkah asli. SHM itu terletak di atas tanah alm.Ibrahim Hanta. Koq tiba-tiba terbit SHM di atas tanah itu”, tandas Jon.
Selain itu, kata Jon Kadis bahwa dari bukti tambahan yang diajukan oleh pihak anak-anak Nikolaus Naput, Ia melihat 1 surat keterangan dari Haji Ramang, yang menerangkan tentang fungsionaris adat/ulayat dan kedaluan Nggorang untuk keperluan Perkara No.1/Pdt.G/2024/PN.Lbj.
“Ini semacam tampil sebagai saksi ‘kan? Harusnya ini tidak dibenarkan dalam hukum acara perdata, karena sebagai saksi harus hadir di ruangan persidangan. Kedua, dalam surat Haji Ramang itu, ia merasa diri sebagai fungsionaris adat yang berwenang melakukan penataan tanah termasuk penyerahan tanah adat masih berlaku sampai saat ini. Lho, ini kesengajaan, padaha ia tahu bahwa dengan surat kedaulatan adat Nggorang 1 Maret 2013 itu, semua tanah ulayat di wilayahnya sudah habis dibagi, dan Fungsionaris adat tidak memiliki hak lagi untuk bagi tanah,” tegas Jon
Jon Kadis menegaskan bahwa dengan BPN menerbitkan SHM di atas Penggugat tanpa warkah atau alas hak, maka SHM tersebut harus dibatalkan, dan oknum BPN yang melakukan hal tersebut harus dihukum.
“Melihat bukti-bukti alas hak yang Tergugat ajukan, anak-anak Niko Naput dan Kadiman, sepertinya mereka tidak perduli surat2 pembatalan alas hak dari Fungsionaris adat Nggorang tahun 1998, malah sebagian tanah yang sudah batal itu, yang terletak di luar tanah Penggugat, diklaim berada di tanah Penggugat, lalu BPN terbitkan SHM nya. Ini kan semacam kongkalingkong jahat dengsn oknum BPN”, tegas Jon Kadis.
Ia berharap Majelis Hakim akan mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan dan memutuskan untuk membatalkan SHM yang diterbitkan atas nama Tergugat.